“Aduh celaka, Facebook gue kena hack!”,
“Sebuah situs pemerintahan dirubah tampilannya oleh
sekelompok hacker!“.
Begitu sering kita mendengar istilah hacking, hacker, hack
dan sejenisnya. Pertama kali yang terbayang di benak kita adalah pria dengan
pakaian serba hitam, betah berlama-lama di depan komputer untuk masuk ke sistem
komputer sebuah bank, atau anak usia SMA yang keranjingan komputer dan suka
iseng mengerjai situs-situs yang mereka temukan di internet. Nggak salah kok.
Tapi sebenarnya hacker itu siapa? Mari kita cari tahu lebih dalam.
Istilah “hack” (dalam bahasa Indonesia: meretas) muncul
pertama kali untuk bidang teknologi pada tahun 1960-an di sebuah laboratorium
Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat. Waktu itu
sebutan hacker diberikan kepada sekelompok mahasiswa yang fokus terhadap
teknologi informasi. Istilah hacker sendiri pada awalnya berkonotasi positif,
menggambarkan orang-orang yang memiliki keahlian khusus untuk membuat program
komputer dan memiliki logika yang lebih baik dibandingkan yang lainnya.
Sialnya,
pada tahun 1983 istilah hacker mulai diartikan negatif. Hal ini dikarenakan
pada tahun tersebut untuk pertama kalinya FBI menangkap sekelompok hacker yang
menamakan diri mereka The 414s di Milwaukee, Amerika Serikat. Kelompok hacker
tersebut bertanggung jawab atas jebolnya 60 buah komputer di Pusat Kanker
Memorial Sloan-Kattering.
Perkembangan hingga saat ini muncul berbagai macam
penggolongan hacker. Karena mereka memiliki ketajaman logika dan algoritma yang
baik, beberapa perusahaan justru merekrut mereka dengan bayaran yang tinggi.
Tugasnya, jelas untuk melakukan percobaan serangan terhadap sistem komputer di
perusahaan tersebut dan melaporkan setiap celah keamanan yang ditemukan. Nah
kelompok hacker baik seperti ini menamakan diri mereka sebagai white hat
hacker.
Ada juga para hacker yang memanfaatkan kecerdasan dan
kemampuan spesial mereka untuk tujuan yang kurang terpuji. Misalnya untuk
menjahili situs-situs pemerintahan, membobol sistem database hingga pencurian
kartu kredit. Hacker jenis ini dikenal sebgai hacker black hat atau lebih
sering disebut cracker. Tentu saja keberadaan para cracker ini menodai citra
baik yang sudah dibangun para hacker selama bertahun-tahun.
Tingkatan Hacker
Berdasar tingkat kemampuan dan pengalaman hacker, mereka
menggolongkan diri menjadi beberapa tingkatan berikut ini:
1. Elite:
Mereka adalah kelompok hacker dengan “kasta” paling tinggi.
Mereka mengerti dan paham detail dari sistem komputer, jaringan, pemrograman
dan algoritma yang rumit. Kebanyakan dari para Elite adalah orang-orang yang
cerdas secara alamiah. Dan mereka pada umumnya adalah hacker baik yang tidak
pernah melakukan tindakan ilegal.
2. Semi Elite:
Hacker pada tingakatan ini lebih muda daripada Elite. Mereka
juga mengerti tentang seluk beluk sistem komputer hingga kemampuan untuk
mempelajari adanya celah keamanan. Mereka biasanya beraksi dengan bantuan
software bantuan atau disebut eksploit. Semi Elite biasanya mempublikasikan
hasil temuan mereka ke publik.
3. Developed Kiddie:
Hacker jenis ini biasanya berusia muda dan masih bersekolah.
Mereka menggunakan program eksploit untuk mencoba keamanan jaringan sekolah
mereka dan masih berupaya mencari popularitas diantara hacker-hacker lain.
.
4. Script Kiddie:
Sama seperti Developed Kiddie, hanya saja hacker kelas ini
memiliki kemampuan dan pemahaman yang masih minim terhadap sistem komputer dan
bahasa pemrograman komputer.
5. Lamer:
Nah golongan ini sebenarnya belum bisa disebut hacker.
Mereka tidak memiliki pemahaman terhadap bahasa pemrograman. Mereka hanya
membaca berbagai tulisan dan rujukan tentang dunia hacking. Biasanya mereka
hanya menggunakan program-program hacking yang sudah jadi dan bisa didapatkan
dengan mudah di internet. Bahkan kadang-kadang mereka kurang paham atas apa
yang mereka lakukan. (ak)
Posting Komentar